Hallo, Soe atau Gie, atau Soe Hok Gie,
Akhirnya kita bertemu di Mandalawangi, walau aku tidak kesana secara langsung dan hanya melihat plang dengan tulisan besar "Mandalawangi". Walau tidak ke Gunung Pangrango. Walau batas kemampuan baru bisa membawaku melewati sejam jalan setapak perjalananmu ke sebuah air terjun indah dengan rasa dingin dibawah garis normal.
Aku merasa tidak apa-apa. Aku merasa cukup Gie. Aku merasa perjalanan liburan kali ini terasa begitu indah, simpel karena aku menyadari bahwa aku berkunjung ke tempat favoritmu.
Anehnya, aku merasa makin jatuh cinta denganmu. Aku merasa makin mengerti kesepian yang kamu ceritakan lewat tulisan-tulisanmu. Makin mengerti mengenai perjuangan yang kamu lakukan, walau tidak semuanya; dan tidak akan pernah kumengerti semuanya, karena aku tidak pernah mengenalmu secara personal.
Gie, ternyata sebegitu indahnya Mandalawangi sampai kamu mampu menulis puisi begitu indah disana. Atau kesepian dan cinta yang berkembang jadi satu yang mampu membuat sebuah Mandalawangi terasa begitu personal untukmu? Kupilih jawaban kedua. Mungkin bukan soal bagaimana, tapi siapa dan kenapa.
Gie, tanpa perlu mengenalmu, kamu mampu membuatku merasa bahwa perasaan aneh dan kesendirian ditengah banyak orang baik disekelilingku adalah sebuah rasa yang normal. Bahwa semuanya memang begitu adanya. Naturally happens.
Gie, tahukah kamu bahwa cinta kadang kala membawaku kepada sebuah jenis perasaan yang tidak kumengerti; bahkan kadang kala tak dapat kudeskripsikan lewat kata-kata? Bahwa kadang kala, aku merasa sia-sia dengan segala jenis perasaan yang ada. Bahwa …. ahh, lupakan saja Gie. Aku mungkin terlalu berkhayalan. Terlalu senang bahwa aku mendatangimu setelah sekian banyak perjumpaan maya lewat bukumu, "Dibawah Lentera Merah" dan film yang dimainkan dengan baik oleh Nicolas Saputra. Sebuah buku yang sukses membuatku memiliki sebuah cinta maya kepada seseorang yang telah tiada dan sesungguhnya, tidak pernah kutemui.
Aneh ya, Gie? Mungkin, kalau kamu masih hidup, aku dengan segala jenis harga diri yang ada, akan mendatangimu dan mencerocos mengenai bagaimana kamu membawaku kepada sebuah pengalaman intrapersonal yang indah.
Untuk semua itu, untuk semua perasaan yang tidak terdeskripsi, untuk sebuah Mandalawangi yang kau perkenalkan sebelum aku injak, untuk sebuah prosa dan karya yang membawaku pada imaji liar.
Untuk semua yang ada… Terima kasih.
Terima kasih untuk berbagi sebuah perjuangan, mendeskripsikan lewat kata-kata.
Terima kasih untuk telah ada.
Penggemar terberatmu.
No comments:
Post a Comment
Leave your comment, critic, or thought about my post here! It makes my day: