Pages

Senja

Namanya Senja.

Senja tidak bisa melawan seluruh ketakutan yang ada di dalam tubuh dan jiwanya, bukan karena Senja tidak ingin namun karena ketidakjelasan masih mengambang sehingga Senja merasa harus berjaga-jaga.

Senja hanya bisa mematung.

Seluruhnya terasa buram. Pertanyaan tanpa jawaban.

Tidak tersisa apa-apa, selain penyesalan atas sebuah kejadian kecil di suatu taman pada sore senja itu. Senja tidak ingin mengingat detailnya, walau dia bisa mengingat sampai bagian tertidak penting dari semuanya. Tidak ada yang belum selesai, Senja hanya ingin melebur bersama dirinya tanpa bias.

Senja memperbolehkan dirinya bertanya dengan dirinya kali ini, mengobrol tanpa henti, dan meneruskan monolog tanpa arah dan membawanya kepada sebuah kenyataan yang sesungguhnya tidak ingin ia sentuh.

Sudah banyak yang berkata di belakang Senja bahwa ia gila. Terlalu melankolis. Terlalu berpikir melebih-lebihkan. Senja kali ini sesungguhnya tidak peduli. Ia hanya ingin berbagi dan menjadi dirinya sendiri tanpa berpikir mengenai orang lain. Senja sudah terlalu lelah berpura-pura. Dia tidak ingin menjual apapun, ke siapapun, termasuk seluruh jenis cerita atau kisah hidupnya. Ia hanya simpel ingin dimengerti tanpa kata-kata.

Namun itu mungkin permintaan paling muluk dari seorang manusia.

Senja kali ini berbagi dengan segelas cokelat hangat, dibawah hujan deras, di sebuah payung kecil berwarna hijau dengan Helvetica tebal berwarna putih. Senja hanya ingin merasa jelas atas semuanya sebelum melakukan keputusan paling gila yang pernah ia putuskan... keputusan yang pernah dilakukannya dahulu kala, 6 tahun yang lalu.

Keputusan yang membawanya pada pilihan-pilihan yang sesungguhnya tidak ingin ia sentuh. Atau ingin namun belum berani ia dekati?

Hujan turun, begitu pula dengan senja yang kini berganti dengan malam. Begitu pula dengan Senja.

Ia jadi teringat sebuah lirik lagu dari Johnny Cash... "I only focus on the pain, the only thing that's real .... full of broken thoughts, I cannot repair..."

Mungkin ini semua tidak nyata, ya? Senja bertanya-tanya sambil menatap langit yang begitu gelap. Seluruh rasa sakit, seluruh rasa bahagia, seluruh tawa, seluruh tangis... mungkin mereka tidak nyata. Mungkin seperti mimpi, mereka akan mati dimakan lupa. Jadi mungkin, sepertinya, mereka tidak nyata.

Malam datang sudah semakin naik ke atas. Senja memilih kabur. Kabur dari semuanya.

No comments:

Post a Comment

Leave your comment, critic, or thought about my post here! It makes my day: