Equibilum

Setelah berlari cukup lama, akhirnya saya kembali di sini. Di titik nol. Equibilum. Ketika seluruh jiwa lelah diajak kabur-kaburan; dengan pekerjaan, dengan kuliah, dengan 'perbincangan' lewat dunia lain, dengan tidur.... ketika seluruh objek untuk lari dari kenyataan itu tidak bisa lagi mengalihkan saya dari kamu, ternyata saya hanya bisa tersenyum, tertawa.

Kamu ternyata ada batu yang diciptakan oleh semesta untuk saya. Batu yang tidak bisa saya hentak dari dalam diri saya.

Seluruhnya melebur dalam satu momen. Satu momen yang datang tanpa disengaja. Satu momen yang selalu saya syukuri keberadaannya. Satu momen yang indah untuk diingat, sakit untuk dikenang; sebuah transformik yang berbanding terbalik.

Satu momen yang dimulai dengan "aku kangen...." dan diakhiri dengan sebuah senyuman yang begitu indah dan menyejukkan.

Karena, ternyata, sejauh manapun saya berlari, kamu tidak kemana-mana. Kamu tetap berada di pikiran saya, di hati saya, di otak saya, di tempat yang sama. Tidak berjalan kemana-mana.

Ini yang dinamakan equibilum.

Titik awal.