Photo Source Here |
Sembari mendengarkan lagu Pulang dari Dewi Lestari, memandang malam yang entah mengapa selalu melankolis dan berhasil membawa kenangan di memori kepala paling dalam.
Saya bertanya-tanya; kepada diri sendiri, seharusnya, karena tidak ada siapa-siapa lagi disebelah saya.
Seberapa habis lamanya dunia ini berputar? Kemana sebenarnya jiwa dan hati kita berpulang? Kemana sebenarnya setiap jalan berujung? Mengapa seringkali kebahagiaan datang di waktu yang begitu cepat dan menguap bersamaan dengan nafas yang menghembus per detik?Pertanyaan-pertanyaan retoris lain kerap kali terlontar dari dalam pikiran saya. Pertanyaan yang tidak berhenti mendetak batok kepala, bahkan tidak jarang mampu mengambil oksigen yang seharusnya melegakan suasana. Anehnya, seurgen apapun pertanyaannya, saya tidak bisa menemukan siapa manusia yang mampu menjawab semua pertanyaan itu.
Bukan perkara jawaban yang ada itu benar, tetapi sesimpel keinginan untuk dijawab dan diajak berdiskusi. N. Riantiarno dalam buku Cermin Cinta, menuliskan babak Teater Asylum dalam satu kalimat pendek yang begitu mengena: "Aku merasa dunia sudah jadi rumah sakit jiwa. Aku berada di dalamnya, tapi aku tak pernah tahu apakah aku dokter atau pasiennya."
Saya lagi-lagi kembali bertanya: Apakah saya dokter? Apakah saya pasien?
Dan lagi-lagi, seakan keadaan untuk pertama kalinya menjadi sangat stagnan, hanya lagu Pulang yang terdengar dan tidak ada yang lain. Semesta sepi. Saya bahkan tidak bisa berdiskusi mengenai pertanyaan simpel: Siapa saya? Dokter? Pasien?
Saya tidak tahu siapa yang menulis, antara Scott Neustadter atau Michael H. Weber: "People don't realised this, but loneliness.... it's underrated."
Saya rasa ingin bubuhkan tanda tangan cinta pada mereka. Betul kesepian itu kadangkala diremehkan, padahal mungkin, akar dari segala sedih ada rasa sepi yang tak kunjung terjawab.
Starbucks Citraland
2010
No comments:
Post a Comment
Leave your comment, critic, or thought about my post here! It makes my day: