Soal Kerelaan

Sahabat baik dan hubungan platonis mungkin adalah sebuah keadaan yang sering dialami oleh banyak orang; siapapun dengan kriteria memiliki sahabat baik berbeda jenis dengan rentang waktu hubungan yang cukup lama.

Saya pernah menulis ini, sekali, untuknya, disini, dimana mungkin dia sama sekali tidak pernah membaca itu.

Dan akhirnya, setelah perjuangan perjalanan yang lama dan berat, namun menyenangkan, saya--entah mendapat keberanian dari mana--bertanya kepadanya mengenai satu pertanyaan klise yang sudah lama ada di otak saya: mau dibawa kemana sebenarnya hubungan ini.

Sesungguhnya, sebelum saya bertanya, saya sudah tahu 100% apa jawaban dari itu semua. Jawaban yang berupa gelengan kepala, menyatakan bahwa ini hanya murni seluruhnya teman, atau mungkin, bukan waktu yang tepat untuk mengubah zona yang sudah terbentuk.

Saya mungkin hanya ingin kepastian, mengetahui perasaan apa yang sebenarnya ia miliki. Sampai akhirnya, saya menyadari bahwa ini akan jadi sesuatu yang tidak adil, untuk saya mungkin. Ketika dia dengan lantangnya berbicara bahwa ini semua akan seperti ini dan... as a boy.. "lihat saja kedepannya gimana kalau memang masing-masing berubah saat memiliki pasangan, so that's how we truly are, in the end."

Bodoh menurut saya, karena saya sendiri sudah bisa menebak akhir ceritanya seperti apa. Dan ketika pada akhirnya saya memutuskan untuk membuat hubungan ini jadi sedikit longgar, jadi sedikit belajar untuk tidak saling ketergantungan dengan satu sama lain, lalu dia berkata... "saya harus rela, kita harus rela...." akhirnya airmata itu menitik, menderas, dan saya berusaha setengah mati untuk menahan itu dan terbata menjawab pertanyaannya dengan satu kata iya.

Rela dan tidak rela.
Ingin dan tidak ingin.
Mau dan tidak mau.

Dan anehnya, setelah pembicaraan di telepon ditutup, saya reka-reka dan ulang-ulang lagi pembicaraan antara kami berdua, saya kembali menangis. Relakah saya? Sungguh relakah saya mengambil ini semua demi rasa takut akan kehilangan dia... di akhirnya nanti? We just friend, but how it looks so hard? Dan saya menangis, lagi, kali ini lebih keras dari dua tangis sebelumnya.

Rela mungkin adalah proses, proses untuk kembali mau berdiri pada posisi yang tidak kita inginkan. Rela menjalani hal yang tidak enak, demi kebahagiaan kedepan masing-masing. Rela untuk sendiri, melepas seseorang yang mengenal kita jauh dari kita mengenal diri sendiri. Rela untuk belajar sendiri.

Rela adalah ketika seluruh tubuh berkata tidak pada keputusan yang dibuat, namun di akhirnya nanti, pada kenyataanlah kita harus menyerah.


Foto: Film 'Before Sunset'

No comments: