The Monolog

"I know what it's like to be afraid of your own mind." (Dr. Spencer Reid)


Sekiranya, setiap hari, saya selalu belajar bahwa hidup adalah perkara bagaimana kita mengatur pikiran kita. Tepatnya, seluruh pikiran kita. Saya percaya, juga menyakini, bahwa pikiran adalah akar dari segala jenis keabstrakan tindakan seseorang kepada yang lain. Mengapa? Karena saya pernah mengalami itu; mengabstrakan tindakan kepada seseorang, serta pernah pula diabstrakan oleh seseorang. Dan kesemuanya bersumber kepada pikiran. Pikiran membawa saya -- juga kalian -- kepada banyak hal yang pada akhirnya menghasilkan tindakan. Bahkan tindakan yang terjadi karena sebuah keimpulsifan juga adalah bagian dari pikiran.

Belakangan ini, saya sedang mengalami yang dinamakan chaos pikiran. Ada banyak hal yang kadang kala terpikir, namun tidak ingin saya panjangkan lagi karena takut. Takut apa? Takut kebablasan mikir, takut jadi memikirkan yang sebenarnya belum terjadi, takut jadi bertindak abstrak. Dan dikarenakan ketakutan itu, saya memilih mundur dari perang pikiran dan memutuskan menyimpannya hanya di dalam hati.

Questions without answers. Answers without questions.

Mencari solusi terbaik dari chaos pikiran adalah hal tersimalakama yang pernah ada. Pilihan-pilihan yang datang untuk menjadi solusi adalah pilihan yang sulit -- namun ternyata harus dilakukan. Salah satu solusi yang saya 'ciptakan' adalah berbincang dan berdiskusi.

Sedikit orang yang bisa berdiskusi tanpa berteriak atau berbincang dengan mendengar; dan pada sedikit orang itu saya mencoba melerai benang kusut pikiran. Saya bertanya, mencoba memasukan pendapat lain, mendengar apa yang orang lain katakan, memilih kalimat yang memang pantas untuk didengar, dan berkontemplasi.

Ini hal yang sulit karena saya yang mudah menyampaikan rasa lewat kata-kata, ternyata sulit untuk mendeskripsikan perasaan secara langsung. Namun saya katakan ini sebagai pelajaran baru. Well, life is about learning new? About doing something you scared of, rite?

Walau saya masih mengalami chaos pikiran, namun setidaknya, ada segelintir orang yang bisa saya percaya untuk berbagi apa yang menjadi perkara dalam pikiran. Dan mengenai hal ini saya bersyukur; bersyukur karena ini adalah hal yang jarang terjadi.



Photo Courtesy: We Heart It

1 comment:

AJ Elvaretta Kumasi said...

well, anggaplah chaos itu seperti benang kusut.

3 options:
- buang di tong sampah alias abaikan. ga usa dipikirin. ga usa dilanjutkan. lupakan.
- ketidaksabaran & semakin kusut, bahkan terkadang pake gunting dipotong-potong, di break-down menjadi beberapa part, tp toh berakhir di tong sampah juga. ga bs dipake lg. sama dengan tidak ada penyelesaian
- in the name of kesabaran extra, benerin pelan-pelan, you have a chance to meet the end (ujung benang). ketemu titik terangnya

so, u choose what you wanna do =)
haha